DIATAS BATU INI SAYA MELETAKAN PERADABAN ORANG PAPUA, SEKALIPUN ORANG MEMILIKI KEPANDAIAN TINGGI, AKAL BUDI DAN MARIFAT TETAPI TIDAK DAPAT MEMIMPIN BANGSA INI, BANGSA INI AKAN BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.
( Pdt. I.S.Kijsne Wasior 25 Oktober 1925 )

Kamis, 22 April 2010

PENJAJAHAN MINERAL DAN BATUBARA DI INDONESIA

Oleh: PRODEMOKRASI INDONESIA

Lagipula, siapakah yang bisa mengembalikan lagi kekayaan Indonesia yang diambil oleh mijnbedrijven partikelir, yakni perusahaan-perusahaan partikelir (swasta, pen.), sebagai timah, arang batu dan minyak. Siapakah nanti yang bisa mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan tambang itu? Musnah-musnahlah kekayaan-kekayaan itu buat selama-lamanya bagi pergaulan hidup Indonesia, masuk ke dalam kantong beberapa pemegang andil belaka!
(Soekarno, Indonesia Menggugat

Indonesia adalah penghasil utama beberapa mineral. Negara Indonesia adalah penghasil timah kedua terbesar di dunia, eksportir batubara thermal ketiga terbesar, penghasil tembaga ketiga terbesar dan menduduki urutan kelima dan ketujuh untuk produsen nikel dan emas.

Potensi tembaga terbesar yang dimiliki Indonesi terdapat di Papua, potensi lain menyebar di Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Potensi endapan emas terdapat hampir di setiap daerah di Indonesia seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Kepualauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan Bagian tenggara, Maluku dan Papua. Sementara, potensi Timah di Indonesia terdapat di Pulau Bangka, Pulau Belitung, Pulau Singkep, dan Pulau Karimun.

Dalam rangka eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam ekstraktif di sektor mineral dan batu bara, pemerintah Orde Baru, sejak naik ke tampuk kekuasaan telah membuat kesepakatan skema kontrak karya.

Jika dicermati, luas keseluruhan area kontrak karya mineral dan batubara telah mencapai lebih dari 44 juta hektar atau mencapai 44% luas hutan Indonesia. Penting untuk diketahui bahwa sebagian besar lokasi kontrak mineral dan batubara umumnya berada di kawasan hutan. Luas area yang diserahkan pemerintah melalui skema kontrak tersebut mencapai 23% dari luas daratan Indonesia.

Berdasarkan laporan Direktorat Mineral dan Batubara menyatakan bahwa sampai tahun 2005 terdapat 13 perusahaan tambang skala besar yang tengah berproduksi di Indonesia . Perusahaan tersebut bersifat padat modal yang hanya menyerap sedikit tenaga kerja sebagai operator untuk mengangkut material yang diolah menjadi konsentrat. Konsentrat tersebut diperoleh dengan cara memisahkan material yang bernilai ekonomis dari material yang tidak bernilai ekonomis.

Perusahaan tambang melaporkan kepada pemerintah dan publik tentang kandungan yang ada dalam konsentrat tersebut. Sementara pengolahan lebih lanjut dilaksanakan di negara-negara lain , yakni negara-negara investor tambang dan mineral tersebut.

Dua perusahaan tambang terbesar yaitu Newmont dan Freeport langsung mengekspor bahan tambang dalam bentuk konsentrat. Ekspor dalam bentuk bahan mentah yang kemudian diolah oleh industri di negara-negara maju tempat modal itu berasal. Maka, perusahaan tambang tersebut tidak menyerap tenaga kerja dan tidak memberikan efek mulitplier bagi perekonomian sekitar lokasi tambang.

Bila dalam Tabel menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di sektor pertambangan mineral sangat sedikit. Hal ini tidak sebanding dengan jumlah orang yang harus kehilangan pekerjaan akibat beroperasinya tambang-tambang mineral di suatu wilayah. Petani dan masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam harus kehilangan nafkah karena alih fungsi karena area kontrak karya perusahaan tambang.

a.Eksploitasi Mineral untuk melayani modal asing

Perkembangan industrialisasi dunia semakin maju selalu membutuhkan pasokan sumber-sumber bahan mentah yang memadai. Kekayaan mineral yang tersimpan dalam perut bumi Indonesia sudah pasti menjadi incaran industri-industri maju yang ada di dunia.

Mineral, sumber daya yang tak terbaharui, semakin langka. Maka, tidaklah mengeherankan bahwa dalam 10 tahun terakhir, harga bahan-bahan mineral di pasaran dunia terus meningkat tajam.

Pada tahun 1999, Menteri Pertambangan dan Energi menyatakan, total investasi pada sektor pertambangan Indonesia dalam 30 tahun terakhir, mencapai 10,8 milyar Dolar AS. Dari nilai tersebut sebesar 6,4 milyar Dolar dari perusahaan-perusahaan Amerika serikat. Sampai dengan Desember 2006, nilai investasi sektor ESDM mencapai 15,8 Dolar AS


Investasi pertambangan ditanamkan pada proyek dengan jangka tertentu, setelah sumber-sumber tambang habis, maka investasi akan kembali ke negara asalnya atau diinvestasikan di sektor-sektor ekonomi lain.

Agar dapat mempertahankan investasi pertambangan tetap berada di dalam negeri, harus ada wilayah-wilayah eksploitasi baru yang dinilai layak oleh perusahaan tambang setelah melalui proses feasibility studi dan eksplorasi. Jika tidak, perusahaan-perusahaan tersebut akan membawa modal serta teknologi yang dimilikinya dan mencari sumber-sumber di tempat lain.

Investasi sektor mineral tidak lebih dari kegiatan mengeruk bahan-bahan mentah yang tidak terbaharui. Maka, sekali investasi asing masuk mengeruk mineral, rakayat akan kehilangan kekayaan alam itu. Model investasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan asing di sektor mineral sangat mirip dengan investasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan asing di jaman kolonial Belanda pada perkebunan, seluruh hasilnya untuk mendukung kebutuhan negara asal investasi tersebut.

Hal terburuk dari investasi di sektor ini adalah dampak terhadap kerusakan lingkungan seperti perubahan bentang alam, sistem hidrologi, cuaca, suhu udara dan lain lain. Di Indonesia, penanaman modal di sektor tambang diikuti dengan kerusakan lingkungan.

Meski pemerintah menyatakan bahwa investasi di sektor pertambangan mineral tidak mengalami peningkatan akan tetapi perusahaan yang bergerak di sektor ini yang sebagian besar perusahaan asing, dapat mempertahankan tingkat produksinya, bahkan cenderung meningkat.

Hasil produksi yang cukup besar ini kemudian dihitung sebagai kontribusi produksi nasional (PDB). Menyertakan hasil produksi ini dalam PDB adalah hal yang sangat menggelikan karena produksi tersebut dihasilkan dari perusahaan-perusahaan asing yang segera akan dikirim untuk diolah di negara-negara maju.

Dua perusahaan tambang raksasa yaitu PT.Freeport Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara (PT.NTT) adalah dua perusahaan tambang yang langsung mengapalkan konsentrat ke negara-negara asal investasi. Selanjutnya perusahaan-perusahaan tersebut melaporkan jumlah dan nilai mineral utama hasil olahan mereka. Laporan tersebut kemudian menjadi basis perhitungan berapa bagian pendapatan pemerintah.

Laporan hasil perusahaan-perusahaan tambang mungkin tidak diragukan karena berhubungan dengan laporan kepada publik internasional yang menanamkan modal bagi kegiatan investasi. Namun, banyak orang mencurigai adanya skandal. Belakangan ini terkuak Skandal uang yang diberikan PT Freeport Indonesia kepada TNI Angkatan Dari Indonesia.

Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa sepanjang sejarah, eksploitasi sumber daya alam Indonesia tidak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, tetapi cenderung dijadikan komoditas untuk ekspor. Upaya eksploitasi kekayaan mineral wilayah Indonesia sejak jaman Kolonialisme Liberal Belanda terjadi karena perkembangan industri Belanda yang harus ditopang oleh sumber-sumber mineral.

Pemerintah Indonesia saat ini pun memiliki orientasi serupa dengan Pemerintah Hindia Belanda yakni menempatkan mineral sebagai komoditi untuk memperoleh hasil pendapatan dari ekspor. Data tahun 2005 menunjukkan 100 % bahan mentah konsentrat, tembaga dan nikel, 98 % emas, 80% perak di ekspor.

Ekspor perusahaan-perusahaan tambang yang sebagian besar adalah perusahaan asing dihitung sebagai ekspor Indonesia. Masalahnya adalah perhitungan-perhitungan tersebut kemudian dijadikan sebagai indikator untuk mengambil keputusan ekonomi dan politik lainnya oleh pemerintah terkait perencanaan pembangunan, utang luar negeri dan lain sebagainya.

Sementara bagi pihak asing, logika untuk mendapatkan keuntungan yang besar jelas merupakan landasan utama dari investasi-investasi perusahaan asing dan perusahaan nasional di sektor tambang mineral. Investasi di sektor mineral adalah investasi yang sangat menjanjikan mengingat harga bahan mentah ini yang tidak pernah mengalami penurunan. Dengan menggunakan data-data yang dipublikasikan secara luas oleh perusahaan–perusahaan tambang didapatkan hasil perhitungan nilai penjualan seluruh perusahan tambang di Indonesia dari tiga mineral utama.

Data menunjukkan bahwa nilai penjualan (revenue) perusahaan-perusahaan tambang emas dan perak yang beroperasi di Indonesia dapat menghasilkan nilai produksi di atas 3 miliar dolar per tahun. Antara tahun 2000-2004 menghasilkan revenue sebesar 16,67 Miliar Dolar AS atau sekitar 153,364 trilyun rupiah. Kenaikan harga-harga bahan mineral utama seperti emas, perak dan tembaga dalam beberapa tahun terakhir mendatangkan keuntungan yang besar bagi perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia.

Nilai produksi dari tiga jenis mineral tersebut 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan nilai investasi perusahaan tambang mineral dalam 30 tahun terakhir. Berarti perusahaan tambang mampu mengeruk keuntungan yang sangat besar di Indonesia. Sementara keuntungan negara dan masyarakat menerima keuntungan yang tidak seberapa, belum lagi ketika eksploitasi tambang berakhir, masyarakat harus menerima dampak kerusakan lingkungan yang tidak akan pulih dalam waktu singkat.

b. Batu Bara, energi terakhir untuk modal asing

Potensi batubara di Indonesia amat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan daerah lainnya juga dijumpai batubara walau dalam jumlah kecil seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi. Para ahli memperkirakan dengan kecenderungan produksi sekarang, cadangan batu bara tidak akan habis dieksploitasi dalam waktu 50 tahun.

Sumber energi batubara Indonesia semakin penting dalam perdagangan internasional. Batubara telah digunakan secara luas untuk energi primer maupun untuk memenuhi kebutuhan sumber energi untuk pembangkit listrik. Sampai dengan tahun 2005 konsumsi batubara untuk sumber energi primer mencapai 25% hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi minyak (oil)

Indonesia termasuk jajaran negara dengan jumlah ekspor batubara kedua terbesar di dunia setelah Australia. Jumlah ekspor batubara Indonesia 129 metrik ton atau setara dengan 19% total ekspor tujuh negara besar.

Ketersediaan sumber daya alam batu bara yang melimpah, tidak berkontribusi secara signifikan terhadap pengamanan ketersediaan energi dalam negeri dan kesejahteraan rakyat. Dengan model produksi saat dimana sebagian besar hasil produksi batu bara hanya ditujukan untuk eksport, maka tidak ada jaminan sama sekali terhadap pemenuhan engri dalam negeri.

Tingkat produksi batu bara terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 produksi batubara mengalami peningkatan yang sangat besar yaitu mencapai 63,81 persen. Peningkatan produksi batubara diikuti secara linier dengan peningkatan ekspor. Sementara tingkat konsumsi nasional tidak mengalami peningkatan bahkan cenderung menurun. Tingkat konsumsi batubara nasional pada tahun 2003 lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi batubara pada tahun 2005.

Sebagaimana kelemahan dalam eksploitasi sumber energi yang lain seperti minyak dan gas, produksi batu bara tidak secara signifikan berkontribusi dalam mengatasi persoalan kelangkaan energi nasional. Hal ini disebabkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor ini lebih memilih pasar ekspor dan berkontribusi dalam mengamankan pasokan energi negara-negara lain, khususnya negara-negara industri maju. Keadaan ini disebabkan oleh sedikitnya dua faktor, yang pertama, perusahaan-perusahaan telah terikat kontrak penjualan dan kedua, perusahaan mengejar harga ekspor yang tinggi untuk memperoleh keuntungan yang semakin besar.

Data produksi diatas menggambarkan bahwa sebagian besar yang dihasilkan dikirim ke luar negeri dalam bentuk bahan mentah dengan nilai tambah (value edded) yang rendah. Pada tahun 2004 dari total produksi batu bara sebanyak 72 persen di ekspor, tahun 2005 sebanyak 70 persen batu bara masih diekspor dan hanya sebagian kecil yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Ditengah problem krisis energi nasional terutama BBM, baik itu sektor rumah tangga, listrik dan transportasi, yang sebenarnya dapat digantikan oleh bahan bakar batu-bara, akan tetapi orientasi dari produksi batu bara nasional tetpa ditujukan untuk eksport. Perusahaan yang melalukan eksploitasi batubara di Indonesia telah menempatkan sumber energi ini sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan eksport dalam bentuk bahan mentah yang sangat murah.

Meskipun demikian, bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor ini keuntungan yang mereka peroleh cukup tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa nilai penjualan eksport perusahaan-perusahaan yang melakukan eksploitasi batu bara sepanjang tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 mencapai 10 miliar US dollar lebih. berikut data jumlah, harga dan nilai eksport batubara sejak tahun 1990.

Sementara jika jumlah penjualan ekspor batubara pada tahun tahun 2005 sebesar 106.787.427,30 ton, maka nilai penjualan perusahaan-perusahaan dapat mencapai 5.339.371.365 Dolar AS atau sekitar 49,65 triliun lebih, pada pada tingkat harga batubara dengan kualitas terbaik seperti yang dimiliki Kaltim Prima Coal (KPC), yang harganya dapat mencapai AS$ 50 per ton. Sedangkan pada tingkat harga rata-rata harga batu bara Indonesia antara US$ 25-32 per ton, perusahaan di sektor batubara dapat memperoleh nilai penjualan antara Rp. 24,82 triliun lebih sampai dengan Rp. 31,77 trilun lebih.

Dalam tahun 2008, harga batubara di pasaran dunia mencapai Harga batubara mencapai 70 AS $ per ton dan mengalami peningkatan sangat besar dibandingkan dengan harga-harga pada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, kenaikan harga batubara tersebut, tidak memberikan keuntungan yang signifikan terhadap Negara dan rakyat Indonesia. Hal ini dikarenakan di sektor batubara Negara hanya memperoleh pendapatan dari pajak dan royalty yang jumlahnya sangat kecil. Penerimaan Negara dari royalti misalnya, hanya mencapai 3 persen dari keuntungan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor ini.

Sumber : Data Hasil Olahan dari Berbagai Sumber : Jatam, ESDM, Tahun 2006
Sumber : Indonesia Mineral and Coal Statistik, 2005
Sumber : Direktorat Mineral dan Batubara, ESDM, 2006
Sumber : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tahun 2006
http://www.dpmb.esdm.go.id/modules.php?_mod=data_statistik&_sub=statistik
http://www.worldcoal.org/pages/content/index.asp?PageID=188
Sumber : http://www.worldcoal.org/pages/content/index.asp?PageID=188
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. ESDM, 2006
Sumber : Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batubara, tahun 2006
Sumber : Statistik Import Eksport Indonesia, BPS

Tidak ada komentar:

KOLOM KOMENTAR

PAPUAN PICTURE

Arkilaus Baho

FREEPORT PERUSAHAAN TERBURUK DI DUNIA

KOTAK PESAN